BALI - W ISATA MUSEUM ~ BALI, VILLA & HOTEL

BALI - W ISATA MUSEUM


Bali yang di juluki pulau dewata identik dengan suatu keindahan alam, mulai dari danau di bali yang indah, gunung di bali yang indah , budaya bali yang indah dan adat istiadat bali yang menarik wisatawan ada juga yang menarik wisatawan yaitu Museum Bali. Di bali banyak terdapat museum - museum yang menyimpan banyak rahasia alam dan kebudayaan.
ini beberapa musem di bali:

Museum Bali

Sekitar tahun 1910, ketika Kapal Belanda KPM datang ke Bali dan menurunkan turis, Bali mulai di kenal di luar negeri. Kemudian mulailah Bali kedatangan para turis yang menyebabkan banyak barang-barang sejarah dan prasejarah yang hilang atau diambil oleh para wisatawan tersebut. Mengetahui kondisi tersebut Mr. W.F.J Kroon, Asistant Resident Bali dan Lombok memerintahkan Mr. Curt Grundler untuk membuat tim perencanaan Museum dengan arsitektur Bali. Tim tersebut memutuskan membangun museum dengan perpaduan antara arsitektur pura dengan arsitektur puri (kerajaan di Bali). Bangunan tersebut hampir selesai namun berhenti disebabkan oleh letusan gunung Batur pada tahun 1917 yang menghancurkan banyak pura dan rumah penduduk, dan meruntuhkan juga sebagaian museum.
Akhirnya pada tahun 1932 museum bisa dibuka untuk umum, dengan 3 paviliun utama yakni Gedung Tabanan, Gedung Karangasem dan Gedung Buleleng berdasarkan konsep Tri Mandala yaitu nista mandala jaba pisan (bagian luar) madya mandala : Jaba tengah (bagian luar sebelum memasuki bagian inti), dan utama mandala jeroan (bagian inti). Di pojok depan sebelah kanan di bagian tengah terdapat sebuah bangunan yang disebut bale bengong. Di pojok depan sebelah kiri terdapat sebuah bangunan yang disebut bale kulkul.
Gedung Tabanan yang merupakan Pavilium dengan arsitektur khas kabupaten Tabanan yang menampilkan barang-barang purbakala seperti kesenia, aksesories, peralatan rumah tangga, peralatan upacara dan bermacama-macam senjata traditional.
Gedung Buleleng atau Pavilium Buleleng dengan arsitektur Bali Utara yang menampilkan alat-alat perlengkapan rumah tangga, alat-alat kerajinan, alat-alat pertanian dan nelayan, alat-alat hiburan, patung-patung gaya sedehana dan primitif yang terbuat dari tanah liat, batu dan lain sebagainya.
Gedung Karangasem atau Pavilium Karangasem dengan arsitektur Bali Timur menampilkan bermacam pameran benda- benda prasejarah, arkeologi sejarah, etnografi dan seni rupa serta beberapa lukisan mordern.
Jumlah koleksi Museum Bali yang telah tercatat dan masuk registerasi sebanyak 10.506 buah, termasuk naskah-naskah dan salinan lontar. Semua jenis koleksi didapatkan melalui membeli dari orang-orang di masyarakat, toko-toko kesenian hadiah-hadiah dan titipan. Beberapa kelompok koleksi yang sedang diinventarisasikan diantaranya koleksi stupa dengan materainya yang berjumlah ratusan buah, 8,5 kg uang kepeng, keramik asing (Eropa, Cina) dan porselin yang berasal dari Jepang, Cina dan Siam.
Lokasi : Jl. Letkol Wisnu, Denpasar
Telp. : (0361) 227271
Fax. : (0361) 227271


Museum Manusa Yadnya

Museum ini merupakan bagian dari Pura Mengwi sebagai salah satu obyek wisata. Konsep dari museum ini adalah museum peraga yang menampilkan kegiatan upacara manusa yadnya yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali yakni upacara dari bayi masih dalam kandungan ibunya sampai dengan upacara kematian. Museum ini didirikan pada tahun 1980 dan hanya memperagakan upacara megedong-gedongan (upacara kelahiran bayi) sampai dengan upacara pernikahan. Pada bulan Juni 1981 kemudian ditambah dengan alat peraga untuk upacara mamukur dan Ngaben.
Lokasi : Badung
Telp. :
Fax. :

Museum Le Mayeur

Museum ini terlahir berdasarkan kisah cinta antara Pelukis Belgia Adrien Jean Le Mayeur de Merpres dengan gadis penari Bali Ni Polok. Le Mayeur pertama kali datang ke Bali tahun 1932 pada 52 tahun yang rencananya hanya akan tinggal selama 8 bulan untuk mencari inspirasi bagi lukisannya. Karena daya tarik Pantai Sanur yang sangat indah, maka Le Mayeur memutuskan untuk menetap di Sanur dengan mendirikan tempat untuk melukis. Le Mayeur menikah dengan gadis modelnya yang bernama Ni Polok yang juga penari yang sangat terkenal pada jamannya yang berasal dari Desa Kelandis.
Sanggar Le Mayeur penuh dengan koleksi lukisan dan buku-bukunya yang sangat menarik, yang disimpan dalam bangunan yang berasitektur Bali. Beberapa lukisannya menggunakan kanvasnya, yang terbuat dari kain goni yang mengesankan bahwa lukisan tersebut dibuat pada jaman Jepang dimana untuk mendapatkan kain kanvas adalah sangat sulit. Le Mayeur meninggal pada tahun 1959 di Belgi. Makanya sanggarnya tersebut diserahkan kepada pemerintah RI untuk dijadikan Museum Le Mayeur.
Lokasi : Jl. Hang Tuah, Sanur
Telp. :
Fax. :


Relief Yeh Pulu

Relief Yeh Pulu terletak di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten daerah Tingkat II Gianyar, tepatnya di areal persawahan yang berjarak 300 meter di sebelah Timur Dusun Batulumbang dan kurang lebih 26 Km dari Denpasar. Obyek wisata ini berada pada jalur wisata-Denpasar–Tampaksiring–Kintamani, yang di sekitarnya terdapat banyak tempat bersejarah seperti Pura Goa Gajah, Samuan Tiga, Pusering Jagat, Penataran Sasih, Kebo Edan dan lain-lain. Monumen ini pada awalnya ditemukan oleh Punggawa Ubud pada tahun 1925, dan selanjutnya diteliti kembali serta dipublikasikan oleh Jawatan purbakala Kolonial Belanda yang dipimpin oleh Dr. W.F. Sutterheim pada tahun 1929. Nama Yeh Pulu diambil dari kata Yeh dan Pulu yakni Yeh berarti air dan Pulu berarti Gentong tempat beras yang berada ditengah sumbu air suci yang berada disebelah Barat gugusan Relief Yeh Pulu. Relief Yeh Pulu terbuat dari batu padas terdapat dinding tebing dengan panjang 25 meter dan lebar 2 meter. Secara keseluruhan tema cerita ini menggambarkan suasana kehidupan dalam hutan, serta kehidupan sehari-hari pada masa kerajaan Bali Kuno. Di samping pahatan – pahatan klasik Bali, monumen ini juga memiliki ceruk – ceruk pertapaan yang diduga merupakan tempat pertapaan Raja Bedahulu sebelum gugur menghadapi laskar Kerajaan Majapahit pada tahun 1343 Masehi. Relief Yeh Pulu merupakan salah satu di antara sekian banyak monumen sejarah klasik Bali di jaman Bali Kuno ( Abad ke 14 Masehi ), yang sarat mengandung pengetahuan seni, yang sampai saat ini masih lestari dan diemong oleh Krama Subak, sebagai salah satu organisasi klasik Bali yang secara khusus mengatur Petani dan segala aspeknya didalam menggarap tanah persawahan di Bali.
Lokasi : Gianyar
Telp. :
Fax. :
Museum Gedung Arca

Gedong Arca ini merupakan Museum Lapangan (field archielogical Museum) yang telah dibangun sejak tahun 1960. Di Gedong Arca ini pun terdapat koleksi benda-benda purbakala yang berasal dari jaman pra sejarah Bali dan dari jaman Sejarah Bali. Lokasi Museum Gedong Arca terletak di antara Desa Pejeng dan Desa Bedulu, tepat di tepi jalan raya menuju Tampaksiring. Para pengunjung pun tidak mau kalah, baik itu dari mancanegara maupun wisatawan Nusantara. Di tempat ini para pengunjung juga melihat-lihat serta melakukan penelitian.
Di antara koleksi benda-benda prasejarah yang tersimpan di museum ini terdapat pula alat-alat dari batu, tulang dan lain-lainnya. Yang sangat menarik perhatian adalah beberapa buah peti mayat (Sarkofagus) yang berasal dari berbagai tempat di Bali. Pada umumnya peti ini berbentuk seperti kura-kura, mempunyai tonjolan pada sisi depan dan sisi belakangnya atau pada sisi sampingnya. Di antara tonjolan-tonjolan ini ada yang dihiasi dengan pahatan kedok muka yang mempelihatkan mata bulat atau membelalak, mulut menganga atau melawak dengan mengeluarkan lidah. Koleksi lainnya adalah stupika dari Pejeng, Arca perunggu dan lain-lainnya.
Lokasi : Gianyar
Telp. :
Fax. :
Museum Arjuna Metapa

Di tempat ini tampak Arjuna dalam pakaian sebagai pertapa disertai juga oleh Punakawannya Tualen dan Merdah. Lokasinya terletak di tengah-tengah sawah di sebelah Barat Museum Gedong Arca yang jaraknya lebih kurang 200 m. Para wisatawan pun ada juga yang berkunjung ke tempat ini karena letaknya di tengah sawah yang malah membuatnya terlihat menarik sekali.
Arjuna Metapa ini belum banyak dikenal oleh para wisatawan. Kekunaan ini mengingatkan kita kepada bagian dari ceritera Mahabrata atau Sastra Jawa Kuno Arjuna Wiwaha. Mungkin Arca Arjuna Metapa ini berasal dari abad 15 atau dari abad 16 Masehi. Baru-baru ini suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Bali telah membangun pelindung Arca ini untuk mencegah kerusakan yang mungkin dapat terjadi.
Lokasi : Gianyar
Telp. :
Fax. :

Candi Tebing Tegallingah

Beberapa tahun yang lalu telah ditemukan oleh suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Bali sekelompok peninggalan purbakala berupa candi tebing di Dusun/Br. Tegallinggah Desa Bedulu Blahbatuh Gianyar. Peninggalan Purbakala berupa Candi Tebing ini diketemukan oleh Krijasman, seorang Archeolog Bangsa Belanda, sewaktu melakukan penggalian penyelidikan terhadap sebuah bangunan kecil yang dipahatkan di batu padas di tebing yang curam dari lembah sungai Pekerisan. Setelah digali ternyata gapura ini disusul oleh suatu tangga yang menuju ke atas. Di sebelah kanan gapura ini terdapat gapura yang lebih besar tetapi telah roboh, dan di belakang peninggalan ini terdapat sebuah halaman yang dinding belakangnya terdapat 2 buah candi terpahat dalam batu padas. Bagian atas dari ceruk-ceruk yang berisi candi-candi ini telah runtuh. Sebelah kiri gapura terdapat biara yang belum selesai. Bentuk atap dipahat secara kasar pada batu padas. Rupa-rupanya tempat ini ditinggalkan tidak selesai setelah runtuhnya bagian utara kelompok itu yang disebabkan oleh bencana alam gempa bumi. Jumlah kunjungan wisata di tempat ini belum begitu banyak karena tempat ini belum banyak dipromosikan pada para wisatawan.
Lokasi : Gianyar
Telp. :
Fax. :


Museum Arma

Museum Agung Rai (Arma Museum) dibuka pertama kali oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro pada tanggal 9 Juni 1996, museum secara administrasi dikelola oleh Yayasan Arma yang dibentuk 13 Mei 1996. Museum Arma bukan hanya sekedar museum tetapi merupakan pusat visual dan penampilan kesenian serta memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk menikmati koleksi lukisan, drama, tarian, musik dan pendidikan mengenai cara melukis.
Lokasi : Ubud, Gianyar
Telp. : (0361) 974228
Fax. : (0361) 974229

Museum Rudana

Museum Rudana pertama kali dibuka pada tanggal 26 Desember 1995 oleh Presiden Indonesia Bapak Soeharto tepat pada tahun dimana Indonesia merayakan Kemerdekaan yang ke 50. Museum ini dibagi menjadi tiga tingkat yang merupakan simbol dari arsitektur tradisional Bali yang disebut Tri Angga.
Lokasi : Peliatan Ubud, Gianyar
Telp. : (0361) 975779
Fax. : (0361) 975091

Museum Puri Lukisan

Terletak di tengah-tengah Kota Ubud museum ini dibangun oleh para seniman lukisan yang tergabung dalam yayasan Pita Maha yang merupakan gabungan para pelukis dari Ubud, Kamasan, Klungkung dan Denpasar. Para pencetus yayasan tersebut adalah Mr. Rudolf Bonnet dari Jerman, Walter Spies dari Belanda, dua dari anggota Puri Ubud serta pelukis Bali yang terkenal I Gusti Nyoman Lempad.
Yayasan ini memutuskan untuk tempat pameran yang permanen yang kemudian dikenal dengan nama Museum Puri Lukisan. Yayasan ini sangat berhasil didalam mengorganisasi bermacam-macam pameran di Indonesia maupun di luar negeri seperti Singapura dan Perancis. Pada saat Perang Dunia II menyebabkan aktivitas para seniman tersebut berhenti dan dilanjutkan kembali pada tahun 1947. Pada tahun 1954 tempat pameran yang permanen tersebut dibangun dan saat ini merupakan lokasi dari Museum Puri Lukisan. Koleksi museum ini sebagian besar merupakan sejarah dari perkembangan lukisan yang bergaya Bali hasil karya dari tahun 1925 sampai 1950 para maestro pelukis Bali dan pelukis asing yang tinggal di Bali dan beberapa kerajinan kayu hasil karya pematung Bali yang terkenal.
Lokasi : Jl. Raya Ubud, Gianyar
Telp. : (0361) 975136
Fax. : (0361) 975136

Museum Neka

Berlokasi di Ubud, museum Neka memamerkan koleksi bermacam-macam corak lukisan hasil karya Pelukis Bali, Indonesia dan asing yang tinggal di Bali. Museum ini didirikan oleh Wayan Sutedja Neka seorang pemerhati seni dari Ubud. Museum Neka sudah sangat dikenal oleh para pelukis, antropologi dan para pemerhati seni dari seluruh dunia.
Lokasi : Jl. Raya Campuhan, Sanggingan-Gianyar
Telp. : (0361) 975074
Fax. : (0361) 975639

Museum Purba

Sejak tahun 1963 di Gilimanuk diadakan penelitian oleh para ahli di Indonesia antara lain : Prof DR R Soejono dan Prof DR T Jacub. Hasil penelitian tersebut ditemukan ratusan rangka manusia yang diperkirakan hidup pada akhir masa Prasejarah dengan ciri ciri Ras Mongolid. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka salah satu tindakan untuk menyelamatkan dan memanfaatkan temuan akeologi tersebut Pemerintah Kabupaten Jembrana membangun sebuah Gedung Museum Manusia Purba Situs Gilimanuk dan selesai Pembangunannya 1993.
Barang barang koleksi yang dipajang di Museum Gilimanuk adalah hasil galian antara lain : Kerangka Manusia , Manik manik, Gelang dari kayu dan kerang, periuk kecil, tempayan, kendi, mangkuk dari tanah, mata kail, tajak, sarkopagus, dll.
Lokasi : Gilimanuk, Negara
Telp. :
Fax. :

Museum Gunarsa

Museum Nyoman Gunarsa merupakan museum memamerkan kesenian tradisional dan modern. Museum ini berbentuk gedung yang besar dimana arsitekturnya gabungan antara arsitektur traditisional bali dengan modern. Museum ini di buka pertama kali pada tanggal 16 Januari 1994, berlokasi di daerah yang sakral antara Kuburan (Setra) Banda dengan Kuburan (Setra) Umesalakan di Gelgel Klungkung yang bekas area keemasan kerajaan Dalem Waturenggong dimana waktu itu lukisan traditisional Bali berkembang dengan pesat.
Drs. Nyoman Gunarsa pendiri sekaligus pemilik dari Museum Nyoman Gunarsa yang didedikasikan untuk Pengembangan Kesenian Bali yang dimana Bapak Nyoman Gunarsa dengan kemampuannya secara material dan semangat mengumpulkan lukisan klasik dari seluruh dunia.
Lokasi : Jl. Pertigaan Banda, Takmung-Klungkung
Telp. : (0366) 22256
Fax. :

Museum Semarajaya

Museum Semarajaya dibangun pada Gedung Bekas Sekolah MULO (Sekolah Menengah Jaman Belanda) dan bekas SMP I Klungkung terletak dalam komplek Kertha Gosa/Taman Gili, Pemedal Agung (pintu bekas kerajaan Klungkung). Di dalam Museum dipamerkan barang-barang dari jaman prasejarah sampai benda-benda yang dipergunakan selama perang puputan Klungkung. Museum Semarajaya diresmikan oleh Bapak Menteri Dalam Negeri pada tanggal 28 April 1992. Dalam Museum ini dapat dilihat barang-barang yang dipergunakan sebagai perlengkapan upacara adat oleh raja-raja Klungkung serta foto-foto dokumentasi keturunan raja-raja di Klungkung.
Lokasi : Jl. Untung Surapati, Klungkung
Telp. :
Fax. :

Monument Puputan Klungkung

Tugu atau bangunan ini menjulang tinggi setinggi 28 meter dari alas/dasar bangunan di tengah-tengah kota Semarapura berbentuk Lingga-Yoni yang dibangun pada areal seluas 123 meter persegi, diberi nama Monumen Puputan Klungkung yang peresmiannya dilakukan oleh Bapak Menteri Dalam Negeri pada tanggal 28 April 1992. Seluruh bangunan monumen tersebut dibuat dengan batu hitam sehingga selaras dengan makna filsafat Hindu yaitu puputan atau perang habis-habisan yang dilakukan oleh putra-putri terbaik kerajaan klungkung bersama-sama dengan rakyatnya.
Lokasi : Klungkung
Telp. :
Fax. :

Museum Subak

Subak memang pantas dilestarikan. Disamping sebagai aset budaya, juga merupakan aset wisata yang tak ternilai harganya. Sewajarnya keberadaan Museum Subak Tabanan didukung pelestariannya.Desa Sanggulan, Tabanan tak begitu jauh dari Denpasar. Jaraknya cuma 20 kilometer sebelah barat Kota Denpasar. Dapat ditempuh dalam 45 menit saja. Disana berdiri Museum Subak yang bercerita tentang kehidupan masyarakat Bali terutama sistem pertaniannya. Museum dengan areal sekitar 6 hektar ini, terdiri dari Museum Induk (tertutup) dan Museum Terbuka (Open Air museum).
Di dalam kompleks terdapat ruang pameran, ruang audio visual, ruang belajar, fasilitas penginapan, perpustakaan, kantor dan miniatur sistem irigasi. Museum ini diresmikan mantan Gubernur Bali, Prof Dr Ida Bagus Mantra tanggal 13 Oktober 1981.Berdirnya museum ini digagasi oleh I Gusti Ketut Kaler, pakar adat dan agama yang waktu itu menjabat Kanwil Departemen Agama Propinsi Bali. Ia melihat perlu adanya lembaga adat Subak yang berupaya melestarikan warisan luhur budaya bangsa sejak abad XI ini. Upaya itu akhirnya terwujud. Mulanya disebut Cagar Budaya Museum Subak.Museum ini merupakan museum khusus tentang sistem pertanian di Bali berciri khas kemandirian atas landasan kekal Tri Hita Krana, tiga penyebab kebahagiaan (Tuhan, manusia dan alam). Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dikhawatirkan akan berpengaruh pula terhadap kehidupan Subak.
Untuk itu upaya melestarikan Subak beserta peralatan tradisional Bali termasuk di dalamnya bangunan rumah petani tradisional yang mengikuti aturan pembangunan asta bumi dan asta kosala-kosali, tata ruang, tata letak menurut tradisi masyarakat di Bali perlu digalakkan. Disamping menyelamatkan, menggali, mengamankan dan memelihara berbagai benda yang berkaitan dengan subak dan menyuguhkan berbagai informasi, pendidikan dan dokumentasi tentang Subak, Subak ini ternyata menjadi objek wisata yang menarik.
Museum Subak terdiri dari dua bagian. Ada museum induk dan museum terbuka. Di museum induk ada bangunan atau kompleks suci dengan Padmasana, Bedugul dan lain-lainnya.Tata ruang dan tata letak bangunan disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya dengan tetap berpegang pada pembangunan tradisional : Tri Mandala, Tri Angga dan Asta Kosala Kosali. Sedangkan museum terbuka berwujd Subak Mini yang dipakai sebagai peragaan kegiatan subak, dari sistem irigasi hingga proses kegiatan petani di sawah.
Lokasi : Tabanan
Telp. :
Fax. :

Gedong Kirtya Museum

Dibangun di Singaraja oleh seorang Belanda yang bernama L.J.J Caron yang datang ke Bali bertemu dengan para raja dan tokoh agama untuk berdiskusi mengenai kekayaan kesenian sastra ( lontar ) yang ada di seluruh Bali. Kekayaan seni ini sepatutnya di pelihara agar tidak rusak atau hilang sehingga memberikan kesempatan bagi generasi selanjutnya untuk mengetahui isi dari kesenian sastra (lontar) tersebut. Pertemuan dilaksanakan pada Juni tahun 1928 di Kintamani dan pertemuan tersebut berhasil menghasilkan suatu keputusan untuk membuat Yayasan yang diberi nama Kirtya Lefrink - Van der Tuuk yang bertugas untuk menjaga kesenian sastra tersebut. F.A Liefrin yang merupakan Asistan Resident pemerintah Belanda di Bali pada waktu itu sangat tertarik dengan Kebudayaan Bali dan banyak tulisan yang dibuat mengenai Bali dan Lombok.
Dr. H.N Van der Tuuk, seorang sejarahwan yang memberikan tanah dan bangunannya untuk digunakan sebagai museum yang sekarang dikenal sebagai Museum Gedong Kirtya. Museum ini didikasikan special untuk kesenian sastra yang ditulis pada daun kelapa (lontar) yang berasal dari seluruh Bali.
Lokasi : Jl. Veteran, Singaraja
Telp. :
Fax. :